SPOILERT!!
This
review may contain SPOILER.
Ada
beberapa adegan yang membuat saya menitikkan air mata. Pertama, ketika Alfred
mengundurkan diri dari Wayne Manor. Alfred sesungguhnya hanya menginginkan yang
terbaik bagi Bruce dan dia ingin agar Batman tak perlu kembali lagi karena
Bruce seharusnya menjalani hidupnya sebagai laki-laki utuh yang menikah, hidup
bahagia, dan mempunyai anak. Ketika Bruce mengucapkan ‘goodbye Alfred,’
saya sempat tak percaya. Bisa apa Bruce tanpa Alfred? Kemudian adegan ketika The
Bat meledak dimana Batman yang (mungkin) masih berada di kokpitnya. Scene ini
benar-benar heroik dan emosional. Dan puncaknya ketika Alfred menangis di makam
Bruce Wayne. Alfred nampak sangat menyesal dan sedih sekali. Namun ketika
adegan dimana Alfred bertemu Bruce di café ditampilkan, dalam hati saya
bersorak kegirangan, masih ada kemungkinan Bruce masih hidup.
Lucius Fox: I call
him The Bat and yes, Mr. Wayne, it does come in black.
Bruce Wayne: Now
you're just showing off.
Ada yang
menarik dari deretan cast di TDKR, terutama di trilogi Batman, yaitu,
yang pertama, ada lima aktor yang secara berurutan tampil di semua film; Christian
Bale (Bruce Wayne/Batman), Gary Oldman (James Gordon), Michael Caine (Alfred),
Morgan Freeman (Lucius Fox), dan Cillian Murphy (Dr. Jonathan Crane) yang hanya
muncul sebagai cameo di TDK dan TDKR. Kedua, sebagian besar cast di
film Nolan sebelumnya, Inception, ‘dibawa’ ke set TDKR seperti Marion
Cotillard (Miranda Tate), Tom Hardy (Bane), dan Joseph Gordon-Levitt (John
Blake). Secara keseluruhan tak ada keraguan performa mereka yang akhirnya terbukti
sangat baik, khususnya untuk Bale dan Caine yang bermain dengan sangat apik di
babak pamungkas ini. Bale berhasil membawa karakter Bruce jauh lebih intens dan
emosional. Saya salut terhadap performa Bale di TDKR lebih daripada dalam Batman
Begins dan The Dark Knight walaupun bagi saya Bale adalah aktor
terbaik yang pernah memerankan Batman. Bale pun mencatatkan dirinya sebagai
satu-satunya aktor yang bermain sebagai Bruce Wayne/Batman di tiga film secara
berurutan. Caine juga sukses memerankan Alfred yang lebih emosional dan bijak
di TDKR. Wajah sedihnya saat menangis di makam Bruce sungguh meyakinkan. Karena
rasa sayangnya yang teramat besar untuk Brucelah yang menjadikan Alfred begitu
emosional. Selain para aktor-aktor ‘senior’ ini, TDKR juga didukung oleh Anne
Hathaway (Selina Kyle/Catwoman), Juno Temple (Jen).
Tom Hardy
memerankan sosok supervillain, Bane. Sebenarnya Bane dan the Joker, supervillain
di The Dark Knight, adalah dua hal yang berbeda. Tidaklah bijak
rasanya jika kita membandingkan the Joker dan Bane apalagi pemerannya alm.
Heath Ledger dan Tom Hardy. Saya rasa mereka berdua telah berhasil memberikan
warna yang berbeda terhadap dua supervillain ini dan membuatnya sulit
untuk dilupakan begitu saja. Ledger berhasil membawa karakter psikopat cerdas,
the Joker, ke level yang lebih mengerikan dari apa yang pernah diberikan Jack
Nicholson dalam Batman (1989). Begitu pula dengan Hardy yang sukses
memerankan Bane. Untuk peran Bane ini Hardy berhasil menaikkan berat badannya
sebesar 15 kg dan berlatih sangat keras di Warrior. Mata ekspresif Hardy
memudahkannya untuk menyampaikan emosi setiap dia berbicara karena masker yang
dia pakai membuat suaranya tidak terdengar jelas. Ngomong-ngomong tentang
masker Bane, di film ini akan diungkapkan mengapa dia harus menggunakan masker
tersebut. Bagi saya, the Joker memang merupakan lawan yang besar dan sangat
berbahaya bagi Batman secara psikologis namun Bane juga tak kalah berbahayanya
karena Bane meneror Batman secara fisik dan mental.
Joseph Gordon-Levitt
memerankan karakter John Blake, seorang police officer muda dengan
sangat baik. Dia berhasil melepaskan peran innocent Tom Hanson dalam (500)
Days of Summer. Di ending TDKR, Blake mengungkapkan nama aslinya,
yaitu Robin John Blake, dan saya sempat berharap (lagi) akan sosok sidekick Batman
ini walaupun semua penggemar Batman dan movie freaks tahu bahwa Robin
adalah alter ego dari Dick Grayson (Robin I), Jason Todd (Robin II), Tim
Drake (Robin III), atau Damian Wayne (Robin IV). Ditambah lagi dengan adegan
ketika Blake mengundurkan diri dari kepolisian Gotham dan berhasil masuk ke
Batcave membuat saya berharap (terlalu tinggi) bahwa Nolan akan kembali
menukangi proyek solo Robin ini. Sebelumnya adegan ketika Officer John Blake
mengetahui identitas asli Batman dan menuntut agar Batman segera kembali, saya
mendapat kesan bahwa adegan ini kembali menekankan bahwa Batman hanyalah simbol
dan semua orang bisa menjadi Batman. Ya, benar memang TDKR adalah proyek
terakhir Nolan sebagai sutradara Batman dan peran Batman terakhir bagi Bale
tapi itu tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa Nolan akan kembali sebagai
sutradara film Robin. Yang berakhir itu Batman, bukan Robin. Who knows.
Anne
Hathaway berhasil membawa karakter Catwoman sekaligus Selina Kyle dengan sangat
baik melebihi ekspektasi pribadi saya. Awalnya saya sempat ragu akan kapasitas
Hathaway. Dia berhasil memerankan sosok pencuri perhiasaan ini melebihi
Michelle Pfeiffer dalam Batman Returns (1989) dan lepas dari
bayang-bayang kegagalan Halle Berry dalam penampilan solo Catwoman. Jika boleh
dibandingkan dengan Scarlett Johansson yang berperan sebagai Natasha Romanoff
dalam The Avengers, saya lebih menyukai akting Hathaway. Dia berhasil melepas
imej Princess Mia dalam installment Princess Diaries yang bodor
dan sangat innocent. Walaupun imej seksi Catwoman seakan hilang dalam
diri Hathaway, namun ini adalah Catwoman versi Nolan, Catwoman versi Gotham
yang lebih modern.
Mungkin
memang benar pendapat yang mengatakan bahwa Marion Cotillard adalah aktris
spesial peran abu-abu. Perannya sebagai Mal dalam Inception dan Miranda
Tate dalam TDKR membuktikan segalanya. Saking inginnya Nolan menggunakan jasa
Cotillard, dia sampai rela menunggu sang aktris melahirkan. Itulah mengapa di
beberapa scene perut Cotillard sedikit membesar. Cotillard, ditunjang
dengan wajahnya yang innocent tapi mematikan, cukup berhasil dalam memerankan
Tate.
Hal
terakhir yang perlu saya tekankan untuk The Dark Knight Rises adalah
bahwa film ini layak menerima setidaknya tiga nominasi Oscar, terutama untuk Best
Director dan Best Picture. TDKR layak menerima penghargaan ini
karena inilah film terkomplit tahun ini. Saya juga sangat merekomendasikan film
ini untuk semua orang yang mengaku menyukai film bergenre superhero, yang
mempunyai hobi menonton film, dan yang rindu akan film berkualitas karena film
ini sangat worthy.
Saya tidak
perlu mengungkapkan pendapat saya mengenai mana sekuel yang paling bagus antara
TDK dan TDKR. TDK bagus di sisi chaos yang diciptakan the Joker dan
tantangan psikologis yang harus dihadapi Batman sedangkan TDKR berkutat akan
mental dan fisik Batman yang sudah usang dan tidak sanggup bertarung lagi,
apalagi dengan adanya Bane yang super berbahaya. Bagi saya TDK adalah sekuel
yang gelap yang mampu menggetarkan hati akan rusaknya moral Gotham walaupun
fokus film ini lebih menjurus ke the Joker. TDKR merupakan epic conclusion
yang memuaskan dan tertata dengan sangat apik. Trilogi Batman ini termasuk ke
dalam trilogi tersukses sepanjang masa dan berhasil ‘menghindari’ kutukan installment
ketiga di Hollywood.
Satu hal
yang saya sesali ketika selesai menonton film ini adalah seharusnya saya
melakukan standing ovation untuk film ini. Namun karena tak ada satupun
orang di teater yang melakukan hal tersebut, saya terpaksa mengurungkan niat
saya. Mungkin setelah saya berhasil mendapatkan home video-nya, saya
akan maraton trilogi Batman ini dan melakukan standing ovation sesuka
hati. Salut untuk Christopher Nolan, salut untuk trilogi Batman-nya. Untuk
itulah saya memberi nilai 9.8/10 untuk film ini. Well, tidak ada film yang sempurna begitu pula dengan TDKR ini. Saya rasa nilai 9.8 sudah cukup mewakili bagaimana interpretasi saya terhadap film ini.