Pages

Friday, July 27, 2012

The Dark Knight Rises (Review part 3)

When Gotham is ashes, you have my permission to die. 

SPOILERT!!
This review may contain SPOILER.

review part dua bisa dibaca di sini.

Ada beberapa adegan yang membuat saya menitikkan air mata. Pertama, ketika Alfred mengundurkan diri dari Wayne Manor. Alfred sesungguhnya hanya menginginkan yang terbaik bagi Bruce dan dia ingin agar Batman tak perlu kembali lagi karena Bruce seharusnya menjalani hidupnya sebagai laki-laki utuh yang menikah, hidup bahagia, dan mempunyai anak. Ketika Bruce mengucapkan ‘goodbye Alfred,’ saya sempat tak percaya. Bisa apa Bruce tanpa Alfred? Kemudian adegan ketika The Bat meledak dimana Batman yang (mungkin) masih berada di kokpitnya. Scene ini benar-benar heroik dan emosional. Dan puncaknya ketika Alfred menangis di makam Bruce Wayne. Alfred nampak sangat menyesal dan sedih sekali. Namun ketika adegan dimana Alfred bertemu Bruce di café ditampilkan, dalam hati saya bersorak kegirangan, masih ada kemungkinan Bruce masih hidup.


Lucius Fox: I call him The Bat and yes, Mr. Wayne, it does come in black. 
Bruce Wayne: Now you're just showing off. 

Ada yang menarik dari deretan cast di TDKR, terutama di trilogi Batman, yaitu, yang pertama, ada lima aktor yang secara berurutan tampil di semua film; Christian Bale (Bruce Wayne/Batman), Gary Oldman (James Gordon), Michael Caine (Alfred), Morgan Freeman (Lucius Fox), dan Cillian Murphy (Dr. Jonathan Crane) yang hanya muncul sebagai cameo di TDK dan TDKR. Kedua, sebagian besar cast di film Nolan sebelumnya, Inception, ‘dibawa’ ke set TDKR seperti Marion Cotillard (Miranda Tate), Tom Hardy (Bane), dan Joseph Gordon-Levitt (John Blake). Secara keseluruhan tak ada keraguan performa mereka yang akhirnya terbukti sangat baik, khususnya untuk Bale dan Caine yang bermain dengan sangat apik di babak pamungkas ini. Bale berhasil membawa karakter Bruce jauh lebih intens dan emosional. Saya salut terhadap performa Bale di TDKR lebih daripada dalam Batman Begins dan The Dark Knight walaupun bagi saya Bale adalah aktor terbaik yang pernah memerankan Batman. Bale pun mencatatkan dirinya sebagai satu-satunya aktor yang bermain sebagai Bruce Wayne/Batman di tiga film secara berurutan. Caine juga sukses memerankan Alfred yang lebih emosional dan bijak di TDKR. Wajah sedihnya saat menangis di makam Bruce sungguh meyakinkan. Karena rasa sayangnya yang teramat besar untuk Brucelah yang menjadikan Alfred begitu emosional. Selain para aktor-aktor ‘senior’ ini, TDKR juga didukung oleh Anne Hathaway (Selina Kyle/Catwoman), Juno Temple (Jen).

Tom Hardy memerankan sosok supervillain, Bane. Sebenarnya Bane dan the Joker, supervillain di The Dark Knight, adalah dua hal yang berbeda. Tidaklah bijak rasanya jika kita membandingkan the Joker dan Bane apalagi pemerannya alm. Heath Ledger dan Tom Hardy. Saya rasa mereka berdua telah berhasil memberikan warna yang berbeda terhadap dua supervillain ini dan membuatnya sulit untuk dilupakan begitu saja. Ledger berhasil membawa karakter psikopat cerdas, the Joker, ke level yang lebih mengerikan dari apa yang pernah diberikan Jack Nicholson dalam Batman (1989). Begitu pula dengan Hardy yang sukses memerankan Bane. Untuk peran Bane ini Hardy berhasil menaikkan berat badannya sebesar 15 kg dan berlatih sangat keras di Warrior. Mata ekspresif Hardy memudahkannya untuk menyampaikan emosi setiap dia berbicara karena masker yang dia pakai membuat suaranya tidak terdengar jelas. Ngomong-ngomong tentang masker Bane, di film ini akan diungkapkan mengapa dia harus menggunakan masker tersebut. Bagi saya, the Joker memang merupakan lawan yang besar dan sangat berbahaya bagi Batman secara psikologis namun Bane juga tak kalah berbahayanya karena Bane meneror Batman secara fisik dan mental.

Joseph Gordon-Levitt memerankan karakter John Blake, seorang police officer muda dengan sangat baik. Dia berhasil melepaskan peran innocent Tom Hanson dalam (500) Days of Summer. Di ending TDKR, Blake mengungkapkan nama aslinya, yaitu Robin John Blake, dan saya sempat berharap (lagi) akan sosok sidekick Batman ini walaupun semua penggemar Batman dan movie freaks tahu bahwa Robin adalah alter ego dari Dick Grayson (Robin I), Jason Todd (Robin II), Tim Drake (Robin III), atau Damian Wayne (Robin IV). Ditambah lagi dengan adegan ketika Blake mengundurkan diri dari kepolisian Gotham dan berhasil masuk ke Batcave membuat saya berharap (terlalu tinggi) bahwa Nolan akan kembali menukangi proyek solo Robin ini. Sebelumnya adegan ketika Officer John Blake mengetahui identitas asli Batman dan menuntut agar Batman segera kembali, saya mendapat kesan bahwa adegan ini kembali menekankan bahwa Batman hanyalah simbol dan semua orang bisa menjadi Batman. Ya, benar memang TDKR adalah proyek terakhir Nolan sebagai sutradara Batman dan peran Batman terakhir bagi Bale tapi itu tentu saja tidak menutup kemungkinan bahwa Nolan akan kembali sebagai sutradara film Robin. Yang berakhir itu Batman, bukan Robin. Who knows.

Anne Hathaway berhasil membawa karakter Catwoman sekaligus Selina Kyle dengan sangat baik melebihi ekspektasi pribadi saya. Awalnya saya sempat ragu akan kapasitas Hathaway. Dia berhasil memerankan sosok pencuri perhiasaan ini melebihi Michelle Pfeiffer dalam Batman Returns (1989) dan lepas dari bayang-bayang kegagalan Halle Berry dalam penampilan solo Catwoman. Jika boleh dibandingkan dengan Scarlett Johansson yang berperan sebagai Natasha Romanoff dalam The Avengers, saya lebih menyukai akting Hathaway. Dia berhasil melepas imej Princess Mia dalam installment Princess Diaries yang bodor dan sangat innocent. Walaupun imej seksi Catwoman seakan hilang dalam diri Hathaway, namun ini adalah Catwoman versi Nolan, Catwoman versi Gotham yang lebih modern.

Mungkin memang benar pendapat yang mengatakan bahwa Marion Cotillard adalah aktris spesial peran abu-abu. Perannya sebagai Mal dalam Inception dan Miranda Tate dalam TDKR membuktikan segalanya. Saking inginnya Nolan menggunakan jasa Cotillard, dia sampai rela menunggu sang aktris melahirkan. Itulah mengapa di beberapa scene perut Cotillard sedikit membesar. Cotillard, ditunjang dengan wajahnya yang innocent tapi mematikan, cukup berhasil dalam memerankan Tate.

Hal terakhir yang perlu saya tekankan untuk The Dark Knight Rises adalah bahwa film ini layak menerima setidaknya tiga nominasi Oscar, terutama untuk Best Director dan Best Picture. TDKR layak menerima penghargaan ini karena inilah film terkomplit tahun ini. Saya juga sangat merekomendasikan film ini untuk semua orang yang mengaku menyukai film bergenre superhero, yang mempunyai hobi menonton film, dan yang rindu akan film berkualitas karena film ini sangat worthy.

Saya tidak perlu mengungkapkan pendapat saya mengenai mana sekuel yang paling bagus antara TDK dan TDKR. TDK bagus di sisi chaos yang diciptakan the Joker dan tantangan psikologis yang harus dihadapi Batman sedangkan TDKR berkutat akan mental dan fisik Batman yang sudah usang dan tidak sanggup bertarung lagi, apalagi dengan adanya Bane yang super berbahaya. Bagi saya TDK adalah sekuel yang gelap yang mampu menggetarkan hati akan rusaknya moral Gotham walaupun fokus film ini lebih menjurus ke the Joker. TDKR merupakan epic conclusion yang memuaskan dan tertata dengan sangat apik. Trilogi Batman ini termasuk ke dalam trilogi tersukses sepanjang masa dan berhasil ‘menghindari’ kutukan installment ketiga di Hollywood.

Satu hal yang saya sesali ketika selesai menonton film ini adalah seharusnya saya melakukan standing ovation untuk film ini. Namun karena tak ada satupun orang di teater yang melakukan hal tersebut, saya terpaksa mengurungkan niat saya. Mungkin setelah saya berhasil mendapatkan home video-nya, saya akan maraton trilogi Batman ini dan melakukan standing ovation sesuka hati. Salut untuk Christopher Nolan, salut untuk trilogi Batman-nya. Untuk itulah saya memberi nilai 9.8/10 untuk film ini. Well, tidak ada film yang sempurna begitu pula dengan TDKR ini. Saya rasa nilai 9.8 sudah cukup mewakili bagaimana interpretasi saya terhadap film ini. 

No comments:

Post a Comment